Monday, 26 March 2018

Lucinta Luna Akui Lakukan Operasi demi Pria Idaman


Liputan6.com, Jakarta Mantan sahabat Lucinta Luna, Melly Bradley, mengunggah sebuah video mengejutkan tentang Lucinta Luna. Dalam video tersebut, Lucinta Luna terbaring lemah di atas tempat tidur rumah sakit.
Lucinta Luna pun memperlihatkan hasil operasi yang dilakukan di sekitar organ vitalnya. Sesekali ia meringis kesakitan akibat operasi tersebut.
"Kemarin gue OP-nya (operasi) Mak. Ini gue di tempat tidur sakit banget. Aduh, ini hari kedua sakitnya minta ampun," kata Lucinta Luna sambil melakukan swavideo.
1 dari 4 halaman

Demi Cinta


Meski mengaku sakit, Lucinta Luna coba menguatkan diri. Pedangdut Duo Bunga itu bertekad melakukan operasi demi pria yang dicintainya.
"Gue tahan-tahanin. Demi laki-laki yang gue cintain, yang penting sekarang gue sudah bahagia. Sudah enggak ada yang bisa gangguin gue lagi," ujar Lucinta Luna.
2 dari 4 halaman

Singgung Organ Kewanitaan


Yang menjadi tanda tanya, pada akhir video Lucinta Luna sempat menyinggung mengenai alat kelamin wanita yang akhirnya ia miliki.
"Habis ini gue mau buka lembaran baru, aduh tapi sekarang gue belum bisa bangun. Duh, cuss susul emakmu sini Nak. Kita sama-sama punya m**ki," ceplosnya.
3 dari 4 halaman

Membantah


Di sisi lain, manajer Lucinta Luna, Didi, sempat membenarkan orang dalam video tersebut adalah Lucinta Luna. Hanya saja ia berdalih artisnya saat itu sedang melakukan operasi benjolan di bagian selangkangan.
"Memang dari awal Lucinta perempuan. Video itu dia habis operasi, karena ada benjolan di selangkangan yang bisa berpengaruh buat pembuangan dari usus. Terus kadang, benjolan itu panas dan sakit rasanya. Awalnya didiamkan sama Lucinta, tapi enggak sembuh-sembuh," jawab Didi saat dihubungi, baru-baru ini.

TRANSGENDER & OPERASI KELAMIN DALAM PANDANGAN ISLAM

Akhir-akhir ini kita dihebohkan dengan adanya kasus artis yang sudah terbukti transgender tetapi artis yang bersangkutan tidak mengakuinya. saat ini banyak kita jumpai para waria  berkeliaran di jalanan untuk mengamen khususnya di dunia perkotaan, bahkan ada di antara mereka yang menodai atribut muslimah dengan memakai kerudung.
Fenomena sejenis ini sebenarnya sudah lama terjadi bahkan kalau kita lihat penjelasan di Al Qur’an, yaitu pada saat Nabi Luth dimana kaumnya di adzab oleh Allah gara-gara melakukan kema’syiatan yaitu hubungan sejenis. Ironisnya, di media pertelevisian kita sepertinya justru ikut menyemarakkan dan mensosialisasikan perilaku kebancian tersebut di berbagai program acara talkshow, parodi maupun humor. Hal itu tentunya akan turut andil memberikan legitimasi dan figur yang dapat ditiru masyarakat untuk mempermainkan jenis kelamin atau bahkan perubahan orientasi dan kelainan seksual. Bagaimanakah sebenarnya Islam memandang masalah transgender tersebut dan bagaimanakah hukum operasi kelamin serta mengubah-ubah jenis kelamin serta peran dokter dan para medis dalam hal ini. Apa konsekuensi hukum dari pengubahan alat kalamin tersebut misalnya menyangkut pembagian warisan, ibadah dan interaksi sosial.
Apakah Transgender itu?
Pada hakikatnya, masalah kebingungan jenis kelamin atau yang lazim disebut juga sebagai gejala transseksualisme ataupun transgender merupakan suatu gejala ketidakpuasan seseorang karena merasa tidak adanya kecocokan antara bentuk fisik dan kelamin dengan kejiwaan ataupun adanya ketidakpuasan dengan alat kelamin yang dimilikinya. Ekspresinya bisa dalam bentuk dandanan, make up, gaya dan tingkah laku, bahkan sampai kepada operasi penggantian kelamin (Sex Reassignment Surgery). Dalam DSM (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder) – III, penyimpangan ini disebut sebagai juga gender dysporia syndrome. Penyimpangan ini terbagi lagi menjadi beberapa subtipe meliputi transseksual, a-seksual, homoseksual, dan heteroseksual.
Tanda-tanda transseksual yang bisa dilacak melalui DSM, antara lain: perasaan tidak nyaman dan tidak puas dengan salah satu anatomi seksnya; berharap dapat berganti kelamin dan hidup dengan jenis kelamin lain; mengalami guncangan yang terus menerus untuk sekurangnya selama dua tahun dan bukan hanya ketika dating stress; adanya penampilan fisik interseks atau genetik yang tidak normal; dan dapat ditemukannya kelainan mental semisal schizophrenia yaitu menurut J.P. Chaplin dalam Dictionary of Psychology (1981) semacam reaksi psikotis dicirikan di antaranya dengan gejala pengurungan diri, gangguan pada kehidupan emosional dan afektif serta tingkah laku negativisme.
Transeksual dapat diakibatkan faktor bawaan (hormon dan gen) dan faktor lingkungan. Faktor lingkungan di antaranya pendidikan yang salah pada masa kecil dengan membiarkan anak laki-laki berkembang dalam tingkah laku perempuan, pada masa pubertas dengan homoseksual yang kecewa dan trauma, trauma pergaulan seks dengan pacar, suami atau istri. Perlu dibedakan penyebab transseksual kejiwaan dan bawaan. Pada kasus transseksual karena keseimbangan hormon yang menyimpang (bawaan), menyeimbangkan kondisi hormonal guna mendekatkan kecenderungan biologis jenis kelamin bisa dilakukan. Mereka yang sebenarnya normal karena tidak memiliki kelainan genetikal maupun hormonal dan memiliki kecenderungan berpenampilan lawan jenis hanya untuk memperturutkan dorongan kejiwaan dan nafsu adalah sesuatu yang menyimpang dan tidak dibenarkan menurut syariat Islam.
Bagaimana Islam Memandang Transgender & Operasi Ganti Kelamin?
Pada dasarnya Allah menciptakan manusia ini dalam dua jenis saja, yaitu laki-laki dan perempuan, sebagaimana firman Allah swt:
وَأَنَّهُ خَلَقَ الزَّوْجَيْنِ الذَّكَرَ  وَالْأُنثَ
”Dan Dia (Allah) menciptakan dua pasang dari dua jenis laki-laki dan perempuan.“ (Qs An Najm : 45)
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَى
“Wahai manusia Kami menciptakan kamu yang terdiri dari laki-laki dan perempuan.“ (Qs Al Hujurat : 13)
Kedua ayat di atas, dan ayat-ayat lainnya menunjukkan bahwa manusia di dunia ini hanya terdiri dari dua jenis saja, laki-laki dan perempuan, dan tidak ada jenis lainnya. Tetapi di dalam kenyataannya, kita dapatkan seseorang tidak mempunyai status yang jelas, bukan laki-laki dan bukan perempuan.
Antara Khuntsa dan Waria
Al Khuntsa, dari kata khanitsa yang secara bahasa berarti: lemah dan lembut. Maka dikatakan: Khannatsa Ar Rajulu Kalamahu, yaitu: laki-laki yang cara bicaranya seperti perempuan, yaitu lembut dan halus.  (al Fayumi, al-Misbah al Munir – Kairo, Daar al Hadist, 2003,- hlm : 112) Al-Khuntsa secara istilah adalah: seseorang yang mempunyai dua kelamin; kelamin laki-laki dan kelamin perempuan, atau orang yang tidak mempunyai salah satu dari dua alat vital tersebut, tetapi ada lubang untuk keluar air kencing. (al Mawardi, al Hawi al Kabir : 8/ 168 , Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al Islami wa Adilatuhu: 8 / 426). Adapun waria atau dalam bahasa Arabnya disebut al Mukhannats adalah laki-laki yang menyerupai perempuan dalam kelembutan, cara bicara, melihat, dan gerakannya. Dalam kamus Wikipedia disebutkan bahwa waria (portmanteau dari wanita-pria) atau wadam (dari hawa-adam) adalah laki-laki yang lebih suka berperan sebagai perempuan dalam kehidupannya sehari-hari.
Waria ini terbagi menjadi dua:
Pertama:  orang yang mempunyai sifat-sifat tersebut sejak dilahirkan, maka tidak ada dosa baginya, karena sifat-sifat tersebut bukan atas kehendaknya, tetapi dia harus berusaha untuk menyesuaikan diri. Kedua: orang yang sebenarnya laki-laki, tetapi sengaja menyerupai sifat-sifat wanita. Orang seperti ini termasuk dalam katagori yang dilaknat oleh Allah swt dan Rasulullah saw di dalam beberapa hadistnya. Dari keterangan di atas, bisa dinyatakan bahwa waria bukanlah khuntsa. Karena waria statusnya sudah jelas, yaitu laki-laki, sedang khuntsa statusnya masih belum jelas. Perbedaan antara istilah khuntsa dan waria seperti yang diterangkan di atas sangat membantu bagi kita untuk membahas hukum-hukum yang menyangkut keduanya.

Hukum Operasi Kelamin
Dalam dunia kedokteran dikenal tiga bentuk operasi kelamin, masing-masing mempunyai hukum tersendiri dalam fikih:
Pertama: Masalah seseorang yang lahir dalam kondisi normal dan sempurna organ kelaminnya yaitu penis (dzakar) bagi laki-laki dan vagina (farj) bagi perempuan yang dilengkapi dengan rahim dan ovarium tidak dibolehkan dan diharamkan oleh syariat Islam untuk melakukan operasi kelamin. Para ulama fiqih mendasarkan ketetapan hukum tersebut pada dalil-dalil yaitu: (1) firman Allah Swt dalam surat Al-Hujurat ayat 13 yang menurut kitab Tafsir Ath-Thabari mengajarkan prinsip equality (keadilan) bagi segenap manusia di hadapan Allah dan hukum yang masing-masing telah ditentukan jenis kelaminnya dan ketentuan Allah ini tidak boleh diubah dan seseorang harus menjalani hidupnya sesuai kodratnya; (2) firman Allah Swt dalam surat an-Nisa’ ayat 119. Menurut kitab-kitab tafsir seperti Tafsir Ath-ThabariAl-Shawi, Al-Khazin (I/405), Al-Baidhawi (II/117), Zubat al-Tafsir (hal.123) dan al-Qurthubi (III/1963) disebutkan beberapa perbuatan manusia yang diharamkan karena termasuk “mengubah ciptaan Tuhan” sebagaimana dimaksud ayat di atas yaitu seperti mengebiri manusia, homoseksual, lesbian, menyambung rambut dengan sopak, pangur dan sanggul, membuat tato, mengerok bulu alis dan takhannus (seorang pria berpakaian dan bertingkah laku seperti wanita layaknya waria dan sebaliknya); (3) Hadits Nabi saw.: “Allah mengutuk para tukang tato, yang meminta ditato, yang menghilangkan alis, dan orang-orang yang memotong (pangur) giginya, yang semuanya itu untuk kecantikan dengan mengubah ciptaan Allah.” (HR. Al-Bukhari); (4) Hadits Nabi saw.: “Allah mengutuk laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki.” (HR. Ahmad). Oleh karena itu kasus ini sebenarnya berakar dari kondisi kesehatan mental yang penanganannya bukan dengan merubah ciptaan Allah melainkan melalui pendekatan spiritual dan kejiwaan (spiritual and psychological therapy).
Kedua: Operasi kelamin yang bersifat tashih atau takmil (perbaikan atau penyempurnaan) dan bukan penggantian jenis kelamin menurut para ulama diperbolehkan secara hukum syariat. Jika kelamin seseorang tidak memiliki lubang yang berfungsi untuk mengeluarkan air seni dan mani baik penis maupun vagina, maka operasi untuk memperbaiki atau menyempurnakannya dibolehkan bahkan dianjurkan sehingga menjadi kelamin yang normal karena kelainan seperti ini merupakan suatu penyakit yang harus diobati. Para ulama seperti Hasanain Muhammad Makhluf (tokoh ulama Mesir) dalam bukunya Shafwatul Bayan (1987:131) memberikan argumentasi hal tersebut bahwa orang yang lahir dengan alat kelamin tidak normal bisa mengalami kelainan psikis dan sosial sehingga dapat tersisih dan mengasingkan diri dari kehidupan masyarakat normal serta kadang mencari jalannya sendiri, seperti melacurkan diri menjadi waria atau melakukan homoseks dan lesbianisme. Semua perbuatan ini dikutuk oleh Islam berdasarkan hadits Nabi saw.: “Allah dan rasulnya mengutuk kaum homoseksual” (HR.al-Bukhari) Guna menghindari hal ini, operasi perbaikan atau penyempurnaan kelamin boleh dilakukan berdasarkan prinsip “Mashalih Mursalah” karena kaidah fiqih menyatakan “Adh-Dhararu Yuzal” (Bahaya harus dihilangkan) yang menurut Imam Asy-Syathibi menghindari dan menghilangkan bahaya termasuk suatu kemaslahatan yang dianjurkan syariat Islam. Hal ini sejalan dengan hadits Nabi saw.: “Berobatlah wahai hamba-hamba Allah! Karena sesungguhnya Allah tidak mengadakan penyakit kecuali mengadakan pula obatnya, kecuali satu penyakit, yaitu penyakit ketuaan.” (HR. Ahmad)
Ketiga : Apabila seseorang mempunyai alat kelamin ganda, yaitu mempunyai penis dan juga vagina, maka untuk memperjelas dan memfungsikan secara optimal dan definitif salah satu alat kelaminnya, ia boleh melakukan operasi untuk ‘mematikan’ dan menghilangkan salah satu alat kelaminnya. Misalnya, jika seseorang memiliki penis dan vagina, sedangkan pada bagian dalam tubuh dan kelaminnya memiliki rahim dan ovarium yang menjadi ciri khas dan spesifikasi utama jenis kelamin wanita, maka ia boleh mengoperasi penisnya untuk memfungsikan vaginanya dan dengan demikian mempertegas identitasnya sebagai wanita. Hal ini dianjurkan syariat karena keberadaan penis (dzakar) yang berbeda dengan keadaan bagian dalamnya bisa mengganggu dan merugikan dirinya sendiri baik dari segi hukum agama karena hak dan kewajibannya sulit ditentukan apakah dikategorikan perempuan atau laki-laki maupun dari segi kehidupan sosialnya.
Untuk menghilangkan mudharat (bahaya) dan mafsadat (kerusakan) tersebut, menurut Makhluf dan Syalthut, syariat Islam membolehkan dan bahkan menganjurkan untuk membuang penis yang berlawanan dengan dalam alat kelaminnya. Oleh sebab itu, operasi kelamin yang dilakukan dalam hal ini harus sejalan dengan bagian dalam alat kelaminnya. Apabila seseorang memiliki penis dan vagina, sedangkan pada bagian dalamnya ada rahim dan ovarium, maka ia tidak boleh menutup lubang vaginanya untuk memfungsikan penisnya. Demikian pula sebaliknya, apabila seseorang memiliki penis dan vagina, sedangkan pada bagian dalam kelaminnya sesuai dengan fungsi penis, maka ia boleh mengoperasi dan menutup lubang vaginanya sehingga penisnya berfungsi sempurna dan identitasnya sebagai laki-laki menjadi jelas. Ia dilarang membuang penisnya agar memiliki vagina sebagai wanita, sedangkan di bagian dalam kelaminnya tidak terdapat rahim dan ovarium. Hal ini dilarang karena operasi kelamin yang berbeda dengan kondisi bagian dalam kelaminnya berarti melakukan pelanggaran syariat dengan mengubah ciptaan Allah SWT; dan ini bertentangan dengan firman Allah bahwa tidak ada perubahan pada fitrah Allah (QS.Ar-Rum:30).
Dibolehkannya operasi perbaikan atau penyempurnaan kelamin, sesuai dengan keadaan anatomi bagian dalam kelamin orang yang mempunyai kelainan kelamin atau kelamin ganda. Peranan dokter dan para medis dalam operasi penggantian kelamin ini dalam status hukumnya sesuai dengan kondisi alat kelamin yang dioperasinya. Jika haram maka ia ikut berdosa karena termasuk bertolong-menolong dalam dosa dan bila yang dioperasi kelaminnya adalah sesuai syariat Islam dan bahkan dianjurkan maka ia mendapat pahala dan terpuji karena termasuk anjuran bekerja sama dalam ketakwaan dan kebajikan.(QS.Al-Maidah:2)
Adapun konsekuensi hukum penggantian kelamin adalah sebagai berikut:
Apabila penggantian kelamin dilakukan oleh seseorang dengan tujuan tabdil dan taghyir (mengubah-ubah ciptaan Allah), maka identitasnya sama dengan sebelum operasi dan tidak berubah dari segi hukum. Menurut Mahmud Syaltut, dari segi waris seorang wanita yang melakukan operasi penggantian kelamin menjadi pria tidak akan menerima bagian warisan pria (dua kali bagian wanita) demikian juga sebaliknya.
Sementara operasi kelamin yang dilakukan pada seorang yang mengalami kelainan kelamin (misalnya berkelamin ganda) dengan tujuan tashih atau takmil (perbaikan atau penyempurnaan) dan sesuai dengan hukum akan membuat identitas dan status hukum orang tersebut menjadi jelas. Menurut Wahbah Az-Zuhaili dalam Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu bahwa jika selama ini penentuan hukum waris bagi orang yang berkelamin ganda (khuntsa) didasarkan atas indikasi atau kecenderungan sifat dan tingkah lakunya, maka setelah perbaikan kelamin menjadi pria atau wanita, hak waris dan status hukumnya menjadi lebih tegas. Dan menurutnya perbaikan dan penyempurnaan alat kelamin bagi khuntsa musykil sangat dianjurkan demi kejelasan status hukumnya.
Kesimpulan
Oleh karena dengan penjelasan di atas, sudah sangat jelas mana yang boleh dan mana yang diharamkan oleh Allah Swt. Untuk kasus Alter, hendaknya pemerintah meneliti apakah benar Alter adalah memang sejak kecil adalah seorang laki-laki yang oleh orang tuanya dipaksa untuk berperan sebagai perempuan sebagaimana penuturan ibunya. Kalau memang benar, maka tidak selayaknya Alter mendapat hukuman. Demikian juga hendaknya pemerintah dengan tegas melarang aktivitas-aktivitas  masyarakat dimana seorang laki-laki bertingkah laku  menyerupai perempuan atau sebaliknya. Jangan malah dibiarkan, sehingga seolah-olah perbuatan tersebut menjadi benar. Wallahu a’lam bishowwab

Pandangan Islam Tentang Operasi Kelamin

Allah menciptakan makhluknya dengan memiliki tujuan hidup, begitupun dengan manusia. Tujuan penciptaan manusiaadalah untuk mengelola apa yang ada dibumi dan untuk menyembah Allah SWT. guna mencapai tujuan akhirat. Dan Allah pun tidak mungkin melakukan kesalahan ataupun keliru dalam menciptakan makhluk ciptaannya. Lalu kenapa masih ada saja manusia yang ingin merubah fisiknya, baik dalam rupa maupun gender?
ads
Pada era ini sering kita temui dan kita dengar orang-orang yang mengubah fisik, seperti wajah atau kelamin mereka, demi memenuhi kepuasan batin. Padahal Allah telah menciptakan manusia sebagai makhluk yang paling sempurna diantara makhluk ciptaan-Nya yang lain. Lantas bagaimana pandangan Islam mengenai perkara operasi kelamin yang kian marak dan tidak tabu lagi dikalangan masyarakat?

Operasi Kelamin Menurut Pandangan Islam

Operasi kelamin atau dapat disebut dengan mengubah gender, merupakan suatu tindakan medis yang dilakukan untuk mengubah gender seseorang. Misal, seorang laki-laki ingin mengubah alat kelaminnya menjadi perempuan atau perempuan ingin mengubah alat kelaminnya menjadi laki-laki. Beberapa akhir ini perkara mengenai operasi kelamin menjadi perbincangan khalayak ramai dikarenakan fenomena LGBT yang marak terjadi. LGBT menurut Islam merupakan suatu fenomena yang berdampak buruk bagi peradaban dan kehidupan manusia. Dan berikut beberapa pandangan menurut Islam mengenai operasi kelamin :
  1. Hukumnya haram
Laki-laki atau perempuan yang ingin mengganti kelaminnya karena merasa terperangkap dalam tubuh yang salah dan untuk memenuhi kepuasan batinnya semata, maka hal tersebut hukumnya haram. Hal tersebut berdasarkan pada firman Allah berikut ini.
Dalam (QS. Ar-Rum ayat 30), Allah berfirman : “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); sesuai dengan fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”
Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa manusia telah diciptakan Allah sesuai fitrahnya dan tidak diperbolehkan untuk merubah fitrah tersebut.
  1. Hukumnya diperbolehkan
Operasi kelamin diperbolehkan untuk dilakukan apabila seseorang memiliki kelamin ganda atau dalam terminology fiqih disebut dengan khun-tsa. Hal tersebut justru dianjurkan, demi kebaikan si penderitanya.
  1. Operasi kelamin merupakan dosa besar
Orang yang melakukan operasi kelamin hanya karena untuk kepuasan batin, maka ia sesungguhnya telah melakukan dosa besar. Karena dalam Islam jelas dilarang hukumnya.
  1. Menentang kodrat
Orang yang mengganti kelamin karena nafsu sama saja seperti menentang kodrat yang diberikan oleh Allah SWT. padahal Allah telah menurunkan firman-Nya, berikut ini :
Dalam (QS. Al-Bawarah ayat 216), Allah SWT. berfirman : “Boleh jaddi kalian membenci sesuatu padahal sesuatu itu baik bagi kalian, dan boleh jadi kalian mencintai sesuatu padahal itu buruk bagi kalian. Allah lah yang tahu, sedangkan kalian tidak mengetahui.”
Sebagian orang mengganti kelamin mereka berdasarkan pada alasan tidak suka dengan kodratnya sebagai perempuan ataupun laki-laki sehingga mereka ingin merubah kodrat tersebut. Padahal hal tersebut belum tentu baik bagi mereka.
  1. Dilaknat oleh Rasulullah
Orang yang mengganti kelamin mereka menjadi perempuan sama saja seperti menyerupai perempuan dan mereka yang mengganti kelaminnya menjadi laki-laki sama saja seperti menyerupai laki-laki. Padahal dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW. bersabda :
“Rasulullah SAW. melaknat para lelaki yang menyerupai kaum perempuan dan perempuan yang menyerupai kaum lelaki.” (HR. Ibnu Abbas)

  1. Tidak mensyukuri nikmat Allah
Allah telah memberikan nikmat pada apa yang ada dalam diri manusia, dan dengan mengubah ciptaan dan pemberiannya, maka orang tersebut telah berbuat kufur terhadap nikmat Allah. Padahal salah satu cara meningkatkan iman dan taqwabagi muslim adalah dengan menikmati dan mensyukuri nikmat Allah.
  1. Perbuatan keji
Orang yang mengganti kelaminnya tidak menutup kemungkinan bahwa mereka yang melakukannya merupakan sesama jenis, dan melakukan hal tersebut untuk melampiaskan nafsu seksnya, dan hal tersebut merupakan perbuatan keji yang menimbulkan dosa besar.
  1. Perbuatan hina
Allah telah menciptakan manusia dengan derajat yang sempurna daripada makhluk lainnya, dan dengan melakukan operasi kelamin maka orang tersebut telah melakukan perbuatan yang dosa lagi hina.
Jadi, operasi kelamin menurut Islam hukumnya adalah haram dan dosa besar apabila orang tersebut bukan penderita kelamin ganda. Sebagai muslim yang beriman dan taat kepada Allah serta Rasul-Nya, janganlah sekali-kali merubah ciptaan-Nya dan jangan menjadi hambanya yang tidak tahu bagaimana cara bersyukur menurut Islam. Karena hakikat penciptaan manusia adalah sebagai makhluk yang sempurna dan berakal.
Sekian, semoga bermanfaat (:

HUKUM OPERASI GANTI KELAMIN DAN KONSEKUENSINYA MENURUT ISLAM

HUKUM OPERASI GANTI KELAMIN DAN KONSEKUENSINYA MENURUT ISLAM
Oleh
Ustadz Sufyan bin Fuad Baswedan, MA
Allâh Azza wa Jalla menciptakan manusia dalam bentuk yang paling indah. Keindahan ini meliputi banyak sisi, baik dari sisi postur tubuh, kelengkapan anggota badan, keelokan wajah dan banyak hal lainnya.
لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang paling indah. [At-Tîn/95:4]
Ketika Allâh Azza wa Jalla menciptakan makhluk lain dengan wajah tertunduk ke bawah, Dia menciptakan manusia dengan wajah yang menghadap ke depan. Ketika makhluk lain berjalan membungkuk, manusia berjalan tegap. Manusia diberi lisan yang fasih berbicara dan tangan yang indah dengan jari-jemari yang serasi untuk menggenggam. Abu Bakar Ibnu Thahir mengatakan, “Manusia tampil menawan dengan akalnya. Ia dapat menjalankan perintah, mampu membedakan yang baik dan yang buruk. Tubuhnya tegap ke atas dan ia memungut makanan dengan tangannya”.
Ibnul Arabi mengatakan, “Allâh Azza wa Jalla tidak menciptakan suatu makhluk pun yang lebih indah dari manusia. Sebab Allâh Azza wa Jalla menciptakannya sebagai makhluk hidup yang berilmu, berkemampuan, berkeinginan, berbicara, mendengar, melihat, mengatur, dan bijaksana; dan ini adalah bagian dari sifat-sifat ilâhiyah.[1]
Kendatipun demikian, ada sejumlah orang di dunia ini yang merasa terperangkap dalam tubuh yang salah. Ada sejumlah lelaki yang merasa bahwa dirinya lebih layak menjadi perempuan dan tidak puas sebagai laki-laki, demikian pula sebaliknya. Gejala ketidakpuasan seseorang karena merasa tidak adanya kecocokan antara bentuk fisik dan kelamin dengan kejiwaan dirinya; ataupun adanya ketidakpuasan dengan alat kelamin yang dimilikinya, dinamakan transexualisme.
Perasaan ini terkadang hanya terpendam dalam hati, namun ada pula yang kemudian mulai bertingkah laku seperti lawan jenis, baik dalam hal berpakaian, berbicara, maupun bergaul. Dan puncaknya ialah dengan berganti kelamin secara total.
SEKILAS TENTANG OPERASI GANTI KELAMIN
Operasi ganti kelamin ialah pembedahan medis yang bertujuan untuk merubah jenis kelamin laki-laki menjadi perempuan, atau sebaliknya. Dalam kondisi pertama –yakni merubah laki-laki menjadi wanita-; yang dilakukan adalah mengangkat zakar (penis) beserta kedua buah pelirnya. Setelah itu, tim dokter akan membikin vagina dan membesarkan payudara si pasien.
Sedangkan dalam kondisi kedua –yakni merubah perempuan menjadi laki-laki-; yang dilakukan adalah mengangkat payudara, mendisfungsikan saluran reproduksi wanita, dan membikin zakar (penis). Dan dalam kedua kondisi tadi, pasien diharuskan mengikuti terapi mental dan hormonal tertentu.
Beberapa tahun terakhir, operasi semacam ini banyak terjadi di negara-negara barat. Faktor pemicunya secara garis besar ialah, karena para pasien tadi sudah tidak betah dengan jenis kelamin yang dibawanya sejak lahir. Kebencian tersebut dipicu oleh banyak sebab, yang intinya adalah salah didik sejak kecil, sebagaimana yang dijelaskan sejumlah dokter. Para pasien tadi sebenarnya memiliki jenis kelamin yang jelas dan tidak samar, baik dari segi penampilan luar maupun organ internalnya. Jadi, mereka bukanlah manusia berkelamin ganda yang dalam terminologi fiqih disebut khun-tsa.[2]
OPERASI GANTI KELAMIN DALAM TINJAUAN SYAR’I
Tidak diragukan lagi, bahwa operasi ganti kelamin adalah sesuatu yang diharamkan oleh syariat, bahkan termasuk dosa besar. Dalil-dalil yang mengarah ke sana cukup banyak, baik dari al Qur’ân, Sunnah, maupun Ijma’. Berikut ini adalah penjelasannya:
Pertama : Dalil Dari al-Qur’ân
1. Firman Allâh Azza wa Jalla ketika mengutip ucapan Iblis :
وَلَأُضِلَّنَّهُمْ وَلَأُمَنِّيَنَّهُمْ وَلَآمُرَنَّهُمْ فَلَيُبَتِّكُنَّ آذَانَ الْأَنْعَامِ وَلَآمُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ اللَّهِ ۚ وَمَنْ يَتَّخِذِ الشَّيْطَانَ وَلِيًّا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَقَدْ خَسِرَ خُسْرَانًا مُبِينًا ﴿١١٩﴾ يَعِدُهُمْ وَيُمَنِّيهِمْ ۖ وَمَا يَعِدُهُمُ الشَّيْطَانُ إِلَّا غُرُورًا
Aku (Iblis) pasti akan menyesatkan mereka (manusia), membuai mereka dengan angan-angan kosong, dan menyuruh mereka agar memotong telinga hewan ternak, serta menyuruh mereka untuk merubah ciptaan Allâh. Dan barangsiapa menjadikan syaithan sebagai pelindungnya selain Allâh , maka ia benar-benar merugi luar biasa. Syaitan itu memberi janji-janji dan angan-angan kepada mereka, padalah syaitan hanya menjanjikan tipuan bagi mereka [An Nisâ’/4:119-120]
Jika suatu perbuatan dinisbatkan kepada syaitan, berarti hukumnya haram. Karenanya, ayat ini mengandung larangan merubah ciptaan Allâh Azza wa Jalla dengan sia-sia, termasuk dalam hal ini adalah melakukan operasi ganti kelamin. Alasannya, tim dokter akan membuang organ penis dengan sengaja, kemudian membikin lubang vagina dan membesarkan payudara jika pasiennya adalah lelaki yang ingin menjadi wanita. Sebaliknya, ia akan mengangkat kedua payudara lalu mendisfungsikan saluran reproduksi wanita dan memasang zakar buatan, jika pasiennya adalah wanita yang ingin menjadi pria. Padahal dalam kedua kondisi tadi pasien tidak mengalami gangguan medis terhadap kelamin maupun organ reproduksinya. Jadi, operasi tersebut dilakukan semata-mata karena menuruti hawa nafsu belaka.
2. Firman Allâh Azza wa Jalla saat berbicara tentang kewajiban perang yang tidak disukai tabi’at manusia :
وَعَسَىٰ أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ ۖ وَعَسَىٰ أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
Boleh jadi kalian membenci sesuatu padahal sesuatu itu baik bagi kalian; dan boleh jadi kalian mencintai sesuatu padahal ia buruk bagi kalian. Allâh lah yang tahu, sedangkan kalian tidak mengetahui. [al-Baqarah/2:216]
Sebagaimana telah disinggung, alasan utama seseorang berganti kelamin ialah karena tidak suka dengan kodrat ilahi yang menjadikannya sebagai laki-laki atau wanita, dan menganggap bahwa dirinya lebih cocok menjadi lawan jenisnya.
Tentunya, perasaan ini adalah perasaan batil yang berangkat dari prasangka (zhann) semata. Karena sebenarnya manusia tidak tahu apa yang lebih baik dan cocok bagi dirinya dalam banyak hal.
Dalam Tafsirnya, Imam Ibnu Jarîr ath-Thabari rahimahullah meriwayatkan dari Mujâhid rahimahullah, bahwa ada sejumlah wanita mengatakan, “Andai saja kami laki-laki, sehingga kami bisa ikut berjihad dan mencapai apa yang dicapai kaum lelaki!”. Maka turunlah firman Allâh Azza wa Jalla berikut :
وَلَا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللَّهُ بِهِ بَعْضَكُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ ۚ لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبُوا ۖ وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبْنَ ۚ وَاسْأَلُوا اللَّهَ مِنْ فَضْلِهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا
Janganlah kalian iri hati terhadap kelebihan yang Allâh berikan kepada sebagian dari kalian. Karena bagi lelaki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah karunia kepada Allâh, sebab Allâh itu Maha mengetahui segala sesuatu [An-Nisâ’/4:32][3].
Bila Allâh Azza wa Jalla melarang seorang wanita untuk berangan-angan dan iri terhadap lawan jenisnya yang menurutnya memiliki peluang lebih besar untuk beribadah, lantas bagaimana jika angan-angan tersebut diwujudkan dengan sikap dan tingkah laku?
Bagaimana pula jika tingkah laku tadi diteruskan dengan ganti kelamin secara total? Dan bagaimana jika itu semua bukan demi mendapat peluang ibadah yang lebih besar, namun semata-mata demi memuaskan hawa nafsu dan kepentingan dunia?? Jelaslah bahwa hal ini jauh lebih haram lagi.
Kedua : Dari Sunnah
1. Hadits Ibnu Abbâs Radhiyallahu anhuma yang mengatakan:
لَعَنَ رَسُولُ اللهِ n الْمُتَشَبِّهِينَ مِنَ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ، وَالْمُتَشَبِّهَاتِ مِنَ النِّسَاءِ بِالرِّجَال
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat para lelaki yang menyerupai kaum wanita, dan para wanita yang menyerupai kaum lelaki[4].
Hadits ini jelas menunjukkan bahwa tindakan menyerupai lawan jenis adalah haram, bahkan pelakunya layak mendapat laknat Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Ini mengisyaratkan bahwa perbuatan tersebut teramasuk dosa besar. Karena operasi ganti kelamin adalah wasîlah (sarana) untuk menyerupai lawan jenis, maka ia menjadi haram pula. Sebab dalam kaidah fiqih disebutkan, bahwa wasîlah hukumnya sama dengan tujuan. Dan dalam kasus ini, tujuan utama orang yang menjalani operasi ini ialah untuk menjadi seperti lawan jenisnya.
Menurut al-Hâfizh Ibnu Hajar rahimahullah, hikmah di balik terlaknatnya orang yang menyerupai lawan jenis tadi, ialah karena yang bersangkutan hendak mengeluarkan sesuatu dari sifat-sifat yang telah ditetapkan oleh Dzat Yang Maha bijaksana.[5]
2. Hadits Ibnu Mas’ûd Radhiyallahu anhu, bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لَعَنَ اللهُ الوَاشِمَاتِ وَالْمُسْتَوْشِمَاتِ، وَالْمُتَنَمِّصَاتِ، وَالْمُتَفَلِّجَاتِ لِلْحُسْنِ الْمُغَيِّرَاتِ خَلْقَ اللهِ تَعَالىَ
Allâh Azza wa Jalla melaknat para wanita yang menato dan minta ditato, demikian pula para wanita yang mencabut alisnya dan merenggangkan giginya agar jadi lebih cantik. Allâh Azza wa Jalla melaknat mereka yang merubah-rubah ciptaan-Nya.[6]
Hadits ini jelas mengharamkan setiap tindakan yang intinya adalah mengubah ciptaan Allâh Azza wa Jalla untuk sekedar tampil lebih menarik. Walaupun konteks hadits ini berbicara tentang wanita, akan tetapi hukum ini berlaku pula bagi laki-laki karena dua hal:
• Adanya kesamaan ‘illah (alasan) yaitu mengubah ciptaan Allâh Azza wa Jalla.
• Berangkat dari kaidah fiqih yang mengatakan bahwa bila suatu dalil berbicara tentang kondisi yang bersifat umum, maka mafhûm mukhâlafah-nya tidak berlaku. Dalam hadits ini, Nabi menyebutkan sejumlah perbuatan yang pada umumnya dilakukan oleh kaum wanita pada masa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam , yaitu menato, memangkas alis (baik yang menyatu sehingga jadi terpisah, atau yang terlalu tebal agar jadi tipis dan lebih indah), dan merenggangkan gigi. Oleh karena itu, tidak disebutkannya kaum laki-laki dalam hadits ini bukan berarti mereka tidak terkena larangan, namun karena hal tersebut sangat jarang dilakukan oleh laki-laki. Sehingga bila ada laki-laki yang mengubah ciptaan Allâh Azza wa Jalla pada dirinya sekedar untuk tampil lebih menarik, maka ia juga terkena laknat, wal’iyâdzu billâh.
Ketiga : Ijma’ Ulama
Imam al-Qurthubi rahimahullah mengatakan,
لاَ يَخْتَلِفُ فُقَهَاءُ الحِجَازِ، وَفُقَهَاءُ الكُوْفِيِّينَ أَنْ خِصَاءَ بَنِي آدَمَ لاَ يَحِلُّ، وَلاَ يَجُوزُ لِأَنَّهُ مُثْلَةٌ
Fuqahâ’ (Pakar Ilmu fikih) Hijâz dan fuqahâ’ Kufah tidak berbeda pendapat, bahwa mengebiri manusia tidak halal dan tidak boleh dilakukan, sebab itu termasuk mutilasi.[7]
Syaikh Muhammad bin Mukhtâr asy-Syinqiethy rahimahullah mengatakan, “Kalaulah keharaman ini berkaitan dengan pengebirian yang sifatnya mengubah sebagian dari fungsi organ; maka bagaimana halnya jika organ tersebut dirubah total? Tentunya perbuatan terakhir ini lebih diharamkan lagi”.[8]
Di samping dalil-dalil tadi, masih ada alasan lainnya yang menunjukkan bahwa operasi ganti kelamin hukumnya haram, yaitu:
• Konsekuensi dari operasi ini ialah si pasien harus menyingkap auratnya berkali-kali di hadapan tim medis, padahal tidak ada kondisi darurat maupun hajat yang mendorongnya berbuat seperti itu.
• Menurut kesaksian sejumlah dokter spesialis, operasi semacam ini tidak memiliki motivasi maupun alasan yang mu’tabar secara medis. Alasan utamanya tak lebih dari keinginan untuk menentang ketetapan Allâh Azza wa Jalla atas dirinya, dengan menakdirkannya memiliki jenis kelamin tertentu sebagai laki-laki atau perempuan.[9]
• Tidak menutup kemungkinan, bila operasi semacam ini bebas dilakukan, maka akan memberi peluang kepada orang-orang yang senang kepada sejenis (homoseks dan lesbian), untuk melampiaskan nafsu seksnya secara terselubung dengan berganti kelamin. Padahal tindakan ini termasuk dosa paling besar dan keji yang menyebabkan pelakunya layak mendapat hukuman terberat di dunia. Jadi, operasi semacam ini juga diharamkan sebagai tindak preventif (saddan lidz dzari’ah).
• Operasi seperti ini mengandung sejumlah madharat dari segi kesehatan, kejiwaan, maupun sosial. Sedangkan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang adanya kemadharatan maupun tindakan yang menimbulkan madharat. Di antara madharatnya dari sisi kesehatan ialah terjadinya perubahan susunan dan fungsi organ tubuh, yang dapat mengakibatkan ketidakstabilan organ-organ asli dalam tubuhnya. Sebab organ tubuh lelaki berbeda dengan organ tubuh wanita, terutama alat reproduksinya. Sedangkan kemadharatan dari segi kejiwaan seperti berubahnya karakter dan tingkah laku seseorang secara diametral, dan ini dapat menimbulkan gangguan kejiwaan yang cukup parah. Sedangkan kemadharatan dari segi sosial ialah timbulnya kekacauan dalam masyarakat, karena mengharuskan adanya perubahan-perubahan dalam catatan sipil dan surat-surat resmi lainnya sejak orang tersebut dilahirkan. Perubahan ini tidak hanya meliputi nama, namun juga pekerjaan, status sosial, dan hal-hal lain yang tidak hanya terkait dengan pribadinya, namun juga dengan keluarganya.[10]
Keharaman operasi ganti kelamin juga difatwakan oleh sejumlah ulama dan lembaga terkenal, seperti al-Lajnatud Dâ-imah[11] , Majma’ul Fiqh al-Islâmi yang merupakan bagian dari Rabithah Alam Islami[12] , Dârul Fatwa al-Misriyyah[13] , Kementrian Wakaf Kuwait[14], dan juga Majelis Ulama Indonesia.[15]
BEDA GANTI KELAMIN DENGAN PERBAIKAN KELAMIN
Setelah kita mengetahui hukum ganti kelamin, ada masalah lain yang nampak serupa namun tak sama, yaitu perbaikan kelamin. Perbedaan kedua masalah tadi beserta hukumnya menurut syariat, telah dijelaskan melalui keputusan Majma’ul Fiqh al-Islami. Berikut terjemahannya :
“Adapun seseorang yang pada tubuhnya terdapat ciri-ciri lelaki sekaligus perempuan, maka hendaknya diperhatikan manakah yang lebih dominan dari keduanya ?
Jika ciri-ciri lelaki-nya lebih dominan maka ia boleh diobati secara medis dalam rangka menghilangkan hal-hal yang mengaburkan sifat kelelakiannya. Sedangkan bagi orang yang lebih dominan ciri-ciri wanitanya, maka ia boleh diobati secara medis dalam rangka menghilangkan hal-hal yang mengaburkan sifat kewanitaannya. Pengobatan medis tersebut boleh dilakukan lewat operasi bedah maupun terapi hormonal, karena ia merupakan penyakit sedangkan tujuan dari pengobatan ialah mencari kesembuhan, dan bukan mengubah ciptaan Allâh Azza wa Jalla “[16].
Untuk menentukan status dan hukum operasi itu sendiri, apakah ia sebagai operasi ganti kelamin yang diharamkan, ataukah sebagai operasi perbaikan kelamin yang dibolehkan, kita harus mengenal ciri-ciri pasien terlebih dahulu. Para fuqahâ’ (Ulama pakar ilmu fikih) telah menyebutkan sejumlah ciri-ciri pada lelaki maupun wanita, yang kesemuanya bersifat lahiriyah. Ciri-ciri lahiriah lelaki yang disebutkan para fuqaha’ tadi ialah: berjenggot, kencing melalui dzakar saja, mengeluarkan mani melalui dzakar, mampu berjimâ’ dengan wanita, dan mampu menghamili wanita. Mayoritas dari ciri-ciri ini biasanya baru nampak setelah baligh.
Adapun menurut kedokteran modern, di samping ciri-ciri lahiriyah tadi, pria dapat dikenali dengan tiga ciri khas berikut : memiliki kromosom XY, memiliki kelenjar testis yang menghasilkan hormon lelaki (testosteron), dan memiliki alat reproduksi lelaki. Ciri-ciri ini sebagiannya terbentuk sejak sel telur bertemu dengan sperma, ada pula yang baru nampak sejak janin berusia enam minggu ke atas.
Adapun ciri-ciri lahiriah wanita menurut para fuqaha’ ialah: memiliki vagina (farji), kencing melalui farji, payudara menonjol, mengalami haid, bisa hamil, dan bisa mengeluarkan air susu. Mayoritas ciri-ciri ini juga biasanya nampak setelah baligh.
Disamping ciri-ciri lahiriyah tadi, menurut kedokteran modern masih ada cirri lainnya yaitu memiliki kromosom XX, memiliki kelenjar ovarium penghasil hormon wanita (estrogen dan progesterone), dan memiliki alat reproduksi wanita.
KONSEKUENSI HUKUM BAGI YANG MELAKUKAN PENGGANTIAN KELAMIN
1. Apabila penggantian kelamin tadi dalam rangka mengobati kelainan pada diri si pasien, termasuk menghilangkan hal-hal yang mengaburkan status dirinya; maka hal ini tidak mengapa. Sebab Allâh Azza wa Jalla hanya menciptakan manusia dalam salah satu dari dua jenis kelamin: laki-laki atau perempuan, dan tidak ada jenis ketiga. Kalau seseorang secara zhahir memiliki organ lelaki sekaligus perempuan (intersexual/khun-tsa musykil), maka pada hakikatnya ia hanyalah lelaki atau wanita saja. Oleh sebab itu, jika hasil diagnosa menunjukkan salah satu sifat yang lebih dominan, maka itulah jenis kelamin sesungguhnya.
Jadi, dalam kondisi seperti ini, baik pasien maupun dokter dibolehkan melakukan perbaikan kelamin, walaupun dengan membuang sebagian anggota tubuh yang perlu dibuang. Mereka tidak dianggap berdosa dalam hal ini, dan setelah operasi tadi si pasien terkena seluruh konsekuensi hukum yang berkaitan dengan jenis kelamin barunya.[17]
2. Apabila penggantian kelamin tadi sekedar karena ingin menyerupai lawan jenis, padahal yang bersangkutan tidak memiliki masalah dalam alat kelaminnya; maka ia merupakan perbuatan haram. Kalaupun ada orang yang nekat melakukannya, maka status si pasien tidak akan berubah dari laki-laki menjadi perempuan, demikian pula sebaliknya. Sebab apa yang dilakukan si pasien bukanlah sesuatu yang diizinkan oleh syariat, sehingga statusnya di mata syariat tidaklah berubah.[18]
Singkatnya, pasien yang sebelum operasi ganti kelamin berstatus sebagai wanita, maka setelah operasi ia tetap dianggap sebagai wanita dan tetap berlaku atasnya aturan-aturan syariat yang khusus bagi wanita. Ia tidak boleh menikah kecuali dengan laki-laki, tidak boleh safar kecuali dengan mahram, tidak boleh mengimami laki-laki baligh, tidak bisa menjadi wali dalam pernikahan, kesaksiannya separuh kesaksian laki-laki, jatah warisnya tetap sebagai perempuan, dan seterusnya.
Demikian pula bila si pasien adalah laki-laki sebelum operasi, maka setelah operasi pun ia tetap laki-laki dalam kacamata syariat.
Di samping itu, si pasien dianggap telah melakukan dosa besar yang mengharuskannya untuk bertaubat. Demikian pula tim medis yang melakukan operasi juga berdosa karena perbuatan mereka termasuk ta’âwun ‘alal itsmi wal ‘udwân (kerjasama dalam dosa dan permusuhan). Dengan begitu, upah yang diterima oleh tim medis maupun pihak rumah sakit terkait operasi ini, statusnya juga haram.
Wallaahu ta’ala a’lam.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun XVI/1434H/2013M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]


Sumber: https://almanhaj.or.id/4262-hukum-operasi-ganti-kelamin-dan-konsekuensinya-menurut-islam.html